Riba
A. Pengertian
Riba secara bahasa adalah
tambahan harta atau kelebihan sedangkan secara istilah menurut para
tokoh empat mazhab fikih ialah :
1.
Mazhab
Hanafi
Riba adalah kelebihan harta, pada barang yang diperjual belikan
dengan ukuran syara, meskipun dalam artian hukum dengan persyaratan tertentu
yang diberlakukan kepada salah satu dari kedua belah pihak dalan transaksi
barter.
2.
Mazhab
Syafi’i
Transaksi pertukaran suatu barang tertentu yang diukur dengan
takaran syara dengan barang lain yang belum ada ketika terjadi akad.
3.
Mazhab
Hanbali
Riba adalah tambahan,tenggang waktu, dan persyaratan tertentu,
semuanya diharamkan oleh syara[1].
4.
Mazhab
Maliki
Kelebihan pada takaran atau timbanagan, baik dengan penundaan
penyerahan barang barter tersebut yang waktunya
diketahui secara pasti ataupun yang masih meragukan.[2]
Riba
secara bahasa adalah tambahan, maksudnya tambahan atas modal pokok yang menjadi lebih
sedikit atau lebih banyak[3]. Atau dapat pula di artikan tambahan atas utang.
Adapun
secara syar’i adalah tambahan pada salah
satu barang barter yang sejenis, tanpa ada kompensasi yang menjadi imbalan
tambahan tersebut.[4]
شرعا : مقا بلة عوض بآخر
مجهول التماثل في ممعيار الشرع حالة العقد أو مع تأخير في العوضين أو احدحما[5]
“Menerima
pembayaran yang tidak diketahui secara timbangan menurut syara ketika akad,
atau dengan memilih dua pembayaran atau salah satunya.
Dan adapun pengertian lain, bahwa riba adalah tambahan
atas hutang
B.
Tahapan Dasar Hukum Pengharaman
Keharaman riba ini dapat dijumpai dalam ayat-ayaat al-Qur’an
dan hadis-hadis Rasulullah SAW. Di dalam
al-Quran, menurut al-Maragi, mufasir dari mesir, proses keharaman riba
disyariatkan Allah secara bertahap, yaitu :
Tahap pertama, Allah menunjukan bahwa riba itu bersifat negatif
pernyatan ini disampaikan Allah dalam surat al-Rum (30) : 39 yang berbunyi ;
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا
يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ.....
“dan suatu riba (kelebihan) yang kamu berikan
agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada pada
sisi Allah...”
ayat ini merupakan ayat pertama
yang berbicara tentang riba, yang menurut para mufasir ayat ini termasuk ayat
makiyah (ayat-ayat yang diturunkan pada periode mekah). Akan tetapi, para ulama
mufasir sepakat menyatakan bahwa ayat ini tidak berbicara tentang riba yang
diharamkan. Al-Qurtubi, mufasir, menyatakan bahwa ibn Abbas mengartikan riba
dalam ayat ini adalah “hadiah” yang dilakukan orang-orang yang mengharapkan
imbalan berlebih. Menurutnya, riba dalam ayat ini termasuk riba mubah
tahap kedua, Allah telah memberi isyarat akan keharaman
riba melalui kecaman terhadap praktik riba dikalangan masyarakat yahudi, hal
ini disampaikan Allah dalam surat An-Nisa (4) :161 yang berbunyi :
وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا
عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا
لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (161)
“dan disebabkan mereka makan riba,
padahal sesungguhnya mereka telah melarang dari padanya. Dan karena mereka
memakan harta orang lain denga jalan yang batil, kami telah neyediakan untuk
orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”
Ayat ini, termasuk kelompok ayat madaniyah
(yang diturunkanpada priode madinah)
Tahap ketiga, Allah mengharamkan salah satu
bentuk riba, yaitu yang bersifat berlipat ganda dengan larangan yang tegas. Hal
ini disampaikan olah Allah dalam surat Al-Imran (3) 130 yang berbunyi :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً....
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu memakan riba dengan berlipat ganda....
Tahap terakhir, Allah mengharamkan riba secara
total dengan segala bentuknya. Hal ini disampaikan melalui firman-Nya dalam
surat Al-Baqarah (2) 275, 276, 278
Pernyataan al-Quran tentang larangan riba terdapat pada
surat Al-Baqarah ayat 275, 276, 276, dan 278, dalam ayat 275 Allah menyatakan bahwa jual beli sangat
berbeda dengan riba, dalam ayat 276 Allah menyatakan memusnahkan riba, dan
dalam ayat 278 Allah memerintahkan untuk meninggalkan segala bentuk riba yang
masih ada. Keharaman riba total ini, menurut para pakat fiqh berkisar pada
akgir abad ke delapan atau abad kesembilan hijrah.
Alasan keharaman riba dalam sunnah rasulullah daintaranya
:
عن جا بر رضى الله عنه: لعن رسو لالله ص.م. اكل الربا وموكله وكاتبه
وشاهديه. وقال: هو سواء(رواه مسلم)
“ Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan riba, orang yang
memberi makan riba, penulis dan saksi riba”. [6]
[1]Bahauti, kassyaf al-qana, vol. III
[2]
Lihat catatan kaki al-adawi pada syarh al-Kharsyi dalam buku Mukhtasar,
karangan khalil
[3]Al-Faifi Sulaiman Ahmad Yahya, ringkasan FIQIH
SUNNAH SAYID SABIQ, jakartan : Daarul Fath Lil I’lamil Arabi 2013, hlm. 785
[4] Prof. Dr. Abdul Aziz Mabruk al-Ahmadi,
dkk, Fikih Muyassar, Jakarta : Darul Haq, 2015, hlm. 359.
[5] اشيخ محمد بن قا سم الغزي, شرح
فتح القريب المجيب, جاكرتا: دار الكتب الاسلاميه, صفحة: 70
[6]
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Jabir. Baca al-Shun’ani, Subulus
Salam, Juz III, hlm. 36; Shahih al-Muslim, kitab al-masyaqqat, nomor
Hadis 2995.
0 komentar:
Posting Komentar